Jajanan Pasar Warna-warni Ini Punya Makna Persaudaraan yang Kuat
Sumber : www.kulinermalang.com
Kalau ngomongin jajan, Indonesia punyai banyak makanan dengan bermacam wujud dan rasanya yang menggoyang lidah. Jika kamu ke pasar pagi hari, umumnya kamu dapat mendapati bermacam jajan yang dibikin dari racikan bahan makanan yang memiliki kandungan karbohidrat sebagai alternative menu makan pagi. Jajan pasar yang dapat kamu dapatkan salah satunya donat, roti, gethuk, lemper, dan tidak ketinggal kue cenil. Kue ini punyai struktur yang kenyal dan berwarna-warna hingga dapat mengunggah hasrat.
Selain jadi cemilan favorite, rupanya jajan yang ini menjadi satu diantara jajan legendaris yang punyai filosofi dalam. Kurang lebih seperti apakah ya sejarahnya? Yok baca pembahasan berikut!
Kalau kamu keliling ke wilayah Pulau Jawa, kamu tentu akan kerap mendapati jajan cenil di pasar. Kurang lebih seperti apakah sich cenil itu?
Kue cenil adalah jajan pasar ciri khas Pulau Jawa yang dibuat dari tepung ketela pohon yang dibuat bulat-bulat kecil atau lonjong yang dikasih bahan warna makanan warna merah, kuning, dan hijau. Dikutip dari Kompas, kue cenil dari tepung ketela diolah dengan air hingga teksturnya beralih menjadi kenyal. Umumnya saat kamu membeli di pasar, kue cenil dihidangkan dengan panganan lain seperti gethuk, gatot, lupis, dan ketan hitam lalu diberi parutan kelapa dan gula pasir yang umum disebutkan dengan lenjongan.
Ternyata tidak hanya rasanya yang nikmat, tetapi jajan ini termasuk juga jajan legendaris karena telah ada semenjak tahun 1814
Menurut Heri Priyatmoko yang seorang sejarahwan, jika mengarah dari buku Serat Centini, cenil telah ada semenjak tahun 1814 atau semenjak zaman Mataram kuno era kedelapan. Karena gampang dijumpai di semua pojok Pulau Jawa, tidak banyak yang mengetahui wilayah sebagai asal mula cenil. Rupanya cenil datang dari wilayah Pacitan dan di wilayah ini cenil dihidangkan secara sedikit berlainan, yakni disiram dengan kuah gula aren. Awalannya, cenil dibikin sebagai alternatif beras untuk warga Jawa karena di saat itu Indonesia dirundung paceklik yang membuat warga kesusahan memperoleh beras.
Zaman dulu, cenil tidak jadi jajan saat ini, tetapi jadi makanan dasar karena warga susah memperoleh beras. Menurut Heri, cenil kerap dihubungkan dengan makanan warga menengah ke bawah, walau sebenarnya makanan ini menjadi salah satunya wujud ketahanan pangan dan menambahkan kekayaan bahan makanan di Nusantara lo. Pemberian nama cenil sendiri mengarah dari kata ‘centil’ karena bentuknya beragam warna hingga dapat tarik perhatian beberapa orang.
Dibalik rasanya yang manis dan sejarahnya yang panjang, kue cenil punyai filosofis yang dalam lo!
Kebanyakan makanan ciri khas Jawa punyai filosofi dibalik pembikinannya, terhitung kue cenil yang punyai filosofi dalam. Kue cenil dibikin jadi struktur kenyal dan lekat yang menyimbolkan jika masyakarat Indonesia mempunyai persaudaraan yang kuat selengket kue cenil. Di tengah-tengah keadaan paceklik, masyakarat kita masih sama-sama menolong untuk sama ke luar dari krisi pangan dengan membuat pengembangan pangan dari sumber karbohidrat yang lain menjadi makanan dasar alternatif beras. Kece, ya?
Memang harus dianggap ya jika jajan pasar yang ini tidak pernah buat jemu rasanya. Selainnya rasanya yang nikmat, rupanya cenil kaya riwayat dan filosofi. Jika kamu kembali di Pulau Jawa dan ingin rasakan kombinasi rasa manis dan gurihnya kue cenil, kamu dapat memburu ke pasar tradisional.